Sunday, October 25, 2015

Kekurangan Resolusi 4K

Pertama, ukuran file-nya yang sangat masif. Film dokumenter TimeScapes arahan Tom Lowe yang hadir dalam resolusi 4K (format 4:2:2) itu hadir dalam ukuran 160 GB. Untuk mendapatkannya Anda harus membeli HDD eksternal terlebih dulu. Karena ukuran yang besar itu, file 4K tidak bisa diputar disembarang perangkat. File 160 GB itu harus diputar di TV khusus 4K dengan alat pemutar khusus (semacam server) yang harganya masih sangat mahal. Tentu saja, pengguna masih bisa melakukan kompresi (pemampatan) agar ukuran file lebih kecil kendati resolusinya juga berkurang. Itupun masih butuh kartu grafis yang cukup kuat (misalnya dari PC) untuk memutarnya. Dan ketika Anda ingin mengunggahnya ke YouTube, Anda jelas butuh koneksi internet yang sangat baik. Karena sebuah file video 4K yang sudah dikompresi pun ukurannya bisa mencapai beberapa gigabyte .
Kedua, dibutuhkan konektivitas. USB MHL (Mobile High-Definition Link)vadalah perangkat yang menghubungkan smartphone/tablet yang tidak memiliki slot HDMI supaya bisa mengeluarkan gambar via slot microUSB ke media lain seperti TV. Nah, saat ini USB MHL terbaru (versi 3.0) sudah mendukung output resolusi 4K (3840 × 2160 piksel) termasuk dukungan suara 7.1. Vendor aksesori seperti Displaylink juga sudah membuat perangkat USB 3.0 dengan teknologi Wi-Fi 802.11ad yang dapat mengkompres file 4K untuk mempermudah menghubungkannya ke berbagai perangkat secara nirkabel.
Ketiga, telivisi beresolusi 4.000 pixel ini akan murni bergantung pada mode streaming. Dengan kualitas yang ribuan kali lebih tinggi, UHDTV jelas membutuhkan bandwidth yang tak sedikit. Hal ini tentu menjadi masalah bagi daerah tertentu yang internet cepatnya masih menjadi sebuah mitos. Tayangan seperti pertandingan sepak bola maupun debat calon presiden yang biasa Anda saksikan langsung di televisi analog kemungkinan belum bisa dinikmati di UHDTV dalam waktu dekat.
 Namun, janganlah terburu-buru mengurungkan niat untuk memboyong UHDTV. Pasalnya, beberapa uji coba telah dilakukan untuk memantapkan siaran langsung berkualitas Ultra HD. Terakhir, ada BT Sport yang melakukannya Januari 2015 silam saat menyiarkan pertandingan bola basket dari O2 Arena, London. Percobaan tersebut bisa dibilang sukses, meski ada beberapa catatan yang mesti diperbaiki, seperti optimasi waktu encoding serta kestabilan koneksi secara umum. Menurut Paul O’Donovan pada Wired (25/2/15), evolusi dari sistem analog ke streaming memang memakan waktu yang tak sebentar. Akan tetapi setelah pergeseran sistem tersebut sudah bisa dijalankan, perpindahan ke teknologi yang lebih canggih lagi, seperti ke siaran beresolusi 8K atau lebih, tidak akan lama. Analis teknologi dan informasi dari Gartner tersebut juga memperkirakan bahwa penyesuaian ke UHDTV akan siap dalam beberapa tahun, mengingat biaya penyediaan satelit untuk UHDTV tak sebesar kabel dan router untuk sistem analog.
Menurut saya, satelit akan mampu menyediakan konten 4K ke seluruh dunia sesegera mungkin," ungkap O'Donovan. Semoga saja para konsumen UHDTV di Indonesia bisa lekas mencicipi keistimewaan televisi canggih tersebut, ya.


Sumber :
m.techno.id/gadget/ternyata-ini-kelemahan-visual-televisi-4k-yang-belum-ada-obatnya-150320h.html




No comments:

Post a Comment