Kekurangan Resolusi 4K
Pertama, ukuran file-nya yang sangat
masif. Film dokumenter TimeScapes arahan Tom Lowe yang hadir dalam resolusi 4K
(format 4:2:2) itu hadir dalam ukuran 160 GB. Untuk mendapatkannya Anda harus
membeli HDD eksternal terlebih dulu. Karena ukuran yang besar itu, file 4K
tidak bisa diputar disembarang perangkat. File 160 GB itu harus diputar di TV
khusus 4K dengan alat pemutar khusus (semacam server) yang harganya masih
sangat mahal. Tentu saja, pengguna masih bisa melakukan kompresi (pemampatan)
agar ukuran file lebih kecil kendati resolusinya juga berkurang. Itupun masih
butuh kartu grafis yang cukup kuat (misalnya dari PC) untuk memutarnya. Dan
ketika Anda ingin mengunggahnya ke YouTube, Anda jelas butuh koneksi internet
yang sangat baik. Karena sebuah file video 4K yang sudah dikompresi pun ukurannya
bisa mencapai beberapa gigabyte .
Kedua, dibutuhkan konektivitas. USB
MHL (Mobile High-Definition Link)vadalah perangkat yang menghubungkan smartphone/tablet
yang tidak memiliki slot HDMI supaya bisa mengeluarkan gambar via slot microUSB
ke media lain seperti TV. Nah, saat ini USB MHL terbaru (versi 3.0) sudah
mendukung output resolusi 4K (3840 × 2160 piksel)
termasuk dukungan suara 7.1. Vendor aksesori seperti Displaylink juga sudah
membuat perangkat USB 3.0 dengan teknologi Wi-Fi 802.11ad yang dapat mengkompres
file 4K untuk mempermudah menghubungkannya ke berbagai perangkat secara
nirkabel.
Ketiga, telivisi beresolusi 4.000
pixel ini akan murni bergantung pada mode streaming. Dengan kualitas yang
ribuan kali lebih tinggi, UHDTV jelas membutuhkan bandwidth yang tak sedikit.
Hal ini tentu menjadi masalah bagi daerah tertentu yang internet cepatnya masih
menjadi sebuah mitos. Tayangan seperti pertandingan sepak bola maupun debat
calon presiden yang biasa Anda saksikan langsung di televisi analog kemungkinan
belum bisa dinikmati di UHDTV dalam waktu dekat.
Namun, janganlah terburu-buru mengurungkan
niat untuk memboyong UHDTV. Pasalnya, beberapa uji coba telah dilakukan untuk
memantapkan siaran langsung berkualitas Ultra HD. Terakhir, ada BT Sport yang melakukannya
Januari 2015 silam saat menyiarkan pertandingan bola basket dari O2 Arena,
London. Percobaan tersebut bisa dibilang sukses, meski ada beberapa catatan yang
mesti diperbaiki, seperti optimasi waktu encoding serta kestabilan koneksi
secara umum. Menurut Paul O’Donovan pada Wired (25/2/15), evolusi dari sistem analog
ke streaming memang memakan waktu yang tak sebentar. Akan tetapi setelah
pergeseran sistem tersebut sudah bisa dijalankan, perpindahan ke teknologi yang
lebih canggih lagi, seperti ke siaran beresolusi 8K atau lebih, tidak akan
lama. Analis teknologi dan informasi dari Gartner tersebut juga memperkirakan
bahwa penyesuaian ke UHDTV akan siap dalam beberapa tahun, mengingat biaya
penyediaan satelit untuk UHDTV tak sebesar kabel dan router untuk sistem
analog.
“Menurut saya, satelit akan mampu menyediakan
konten 4K ke seluruh dunia sesegera mungkin," ungkap O'Donovan. Semoga
saja para konsumen UHDTV di Indonesia bisa lekas mencicipi keistimewaan
televisi canggih tersebut, ya.
Sumber :
m.techno.id/gadget/ternyata-ini-kelemahan-visual-televisi-4k-yang-belum-ada-obatnya-150320h.html
No comments:
Post a Comment